Senin, 08 Februari 2010


Bahwa dalam rangka mengantisipasi dampak globalisasi dan modernisasi, diperlukan langkah antisipatif untuk meredam dimensi negatifnya dan menguatkan dimensi positifnya sehingga faktor tantangannya dapat dieliminasi menjadi peluang untuk dimanfaatkan bagi kemajuan pembangunan.

Hal ini sangat relevan dengan adanya pergeseran orientasi pembangunan beraras desentralisasi yang otonom, seiring dengan nafas dan jiwa Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan Undang-undang nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Acuan regulasi tersebut berimplikasi pada pengaturan atas dasar kewenangan sendiri untuk mendudukkan kebutuhan lokal pada posisinya yang tepat dalam kepentingan nasional.

Sebagai salah satu contoh -- secara internal, Papua merupakan bagian wilayah nasional yang memiliki karakteristik spesifik ditinjau dari aspek sistem budaya, adat-istiadat, serta konfigurasi ekologisnya, dan secara eksternal, memiliki posisi geografis yang strategis sebagai wilayah terdepan dalam sistem kekerabatan antar negara di kawasan Pasifik. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka Papua membutuhkan intervensi pendekatan pembangunan yang berbeda secara khas dengan bagian wilayah lainnya.

Pengalaman pembangunan selama ini menunjukkan adanya bias kebijakan dan strategi, yang antara lain disebabkan oleh belum memadainya intersepsi aspek budaya dan adat istiadat serta konfigurasi ekologis ke dalam perspektif pendekatan pembangunan. Padahal, salah satu pendekatan pembangunan yang dipandang dapat menghantarkan masyarakat ke arah kemajuan yang mandiri adalah pendekatan berbasis budaya dan adat istiadat yang berwawasan lingkungan.

Dengan demikian, kehadiran Program Magister (S2) Antropologi Universitas Cenderawasih, dipandang sangat urgen untuk memain-kan peran terkemuka dalam membentuk kapasitas sumberdaya manusia, agar memiliki kemampuan mengadaptasikan pendekatan pembangunan secara harmonis antara tuntutan kebutuhan lokal dan kepentingan nasional. Sangat diharapkan agar melalui program magister ini, mampu dicetak insan-insan pembangunan yang dapat memanfaatkan antropologi sebagai basis pengkajian ipteks untuk menunjang pembangunan. Oleh karena itu, para pelaku, pemikir, pemerhati, dan mereka yang memegang otoritas, perlu dibekali wawasan akademik dan praktis yang memiliki kemampuan deskriptif analitik dan deskriptif argumentatif berwawasan antropologis dalam menghadapi berbagai masalah pembangunan nasional dan daerah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar